Sajak: Imam
Nasima
Malam ini kusetubuhi dosa,
bersama sisa-sisa impian yang tlah menjadi riak;
Dalam bimbang dalam tanya, berkubang
lumpur kehidupan fana adanya,
meleleh menjadi polesan pedih,
melumuriku dengan rasa sesal;
Malam semakin gelap.
Malam ini kusetubuhi dosa,
bersama harapan yang tlah hancur menjadi arang;
Jelaganya aku jilati dengan tertawa,
tutupi segala rasa sesal yang berserak;
"Adakah rasa ini adalah kesadaran
akan kebahagiaan tertunda?";
Langit menjadi saksinya.
Malam ini kusetubuhi dosa,
menghibur hati tikus dan kecoa
yang mulai bergerak menari di ujung sana;
Hatiku mengerang, nafasku berkejaran
dengan sejuta iblis di bawah bintang;
Dibakarnya jiwa bisu menjadi abu;
Lebur dalam siksa serta dusta.
sahara
Sajak: Cecil
Mariani
sahara
adalah kata ter-etsa
di lempeng sanubari yg tak luruh
adalah nama
adalah impian
menyulut bentangan angan
sekejap menghamparkan lanskap gading yang sunyi
milyaran pasir dan angin angin
sahara hatiku namai
tirai latar percintaan kita
hamparan gerah, kering, hampa
diam..
beku, manis, puitis..
nyaris tak bertepian jarak cinta dan fasinasi
sedahsyat hampar gurun
dan arak arakan mega pedih berkaca
saharaku
Culas
Sajak Dimas
Triwibowo
kutarik gelisah dari ujung langit dijantung yang
mengigau.
ujarnya adalah semua sama: perempuan!
tidak! : mata seperti menyanyi pada nafas putus-putus.
lalu keramaian sesak memanggil sang duri: culas!
Dalam Lembah
Sajak Imam
Nasima
dalam lembah menjelajah
gelap gulita kian meradang
mata rabun terjajah cahaya
tapi kaki terus mencari
pijakan tuk melangkah
tetes air bergulir
keringat bercampur embun
dahaga menjadi semakin nisbi
mesti raga kian penat
menghantam dinding
bebatuan
tangan seakan lelah meraba
menjangkau ketidakpastian
menggenggam mencengkeram
menebak menerka
pegangan
satu persatu dengus
nafas berarakan menghembus
sisi-sisi gelap penuh misteri
hangatnya terasa menerpa
tanpa wujud tanpa raga
Masih Kumencari
Sajak Samsul Bahri
adakah bisik bisik yang buatku terlelap. saat percumbuan
malam coba untuk picingkan mataku. tapi hanya desau yang tertampar.
langit langit hanya buram, walau tak ada duka. kenapa ?,
kini yang terlelap hanya kasat kasar. dan bathin menjelajah seluruh ruang serta
menyapa sang 'penghuni'.
adakah bisik bisik itu, yang bisa buatku terlelap
seutuhnya.
terlelap?, ya hanya terlelap sementara. hingga...
!!!???
Sajak Samsul Bahri
kau telah telanjangi aku. kata katamu bagaikan mortir
yang menghantam tembok sisa. bila memang sudah begitu
ya sudah.
"kau ternyata hanya menjadi mimpi"
Untuk Patahan Sayapnya
Sajak Astrid Reza
karena aku tahu kawanku yang tercinta, kita pernah
menjelajahi
rerumputan itu pada suatu malam yang sepi. dimana
suara sepeda motor
sesekali berlalu lalang. lalu peluh yang masih
mengalir harus sejenak
berhenti, karena hatimu sejenak serasa mati. atau hanya
waktu yang
berhenti berkejap-kejap? suara jantungnyakah? yang tertidur
nyenyak
di seberang sana, kau mendengarnya. aku mendengarnya. dan
dia juga
mendengarnya dalam mimpi-mimpi muda kita. kamu ingat kita
yang pernah
bergoresan mimpi. hijau, biru dan merah? tak ada putih
kawan, juga
tak ada hitam. hanya tiga warna belaka. warnanya, warnaku
dan
warnamu. pilihan kita masing-masing. adakah jalan ini
berujung? kita
masih duduk bersisian di antara rumput-rumput yang
berpeluh.
maka darimu tumbuh bunga-bunga indah bertangkai dan
berduri, ah kawan
sebegitu besarnyakah luka? lihat dada itu, lihat dada
itu, yang kau
tusuk bertombak-tombak. kuambil kassa putih dan sedikit
arak, kututup
lukamu. kubalut dan kubiarkan matamu mengalir perih.
hatiku pedih.
kau tak bersuara hanya mengenang-genang, seperti
kubangan-kubangan
air di tepi jalanan ini. tubuhku lalu berdiri dan
menari-nari
berkecipakan air. tumpahkan segala, tumpahkanlah segala
karena
kawanku, mendung itu membawa hujan datang beribu-ribu...
dan apa
salahnya menari di atas luka, menginjak-injak hati dan
mati merdeka?
seperti kupu-kupu malam ataukah kunang-kunang, kita yang
menari-nari
disini. di bawah langit dan di atas bumi. tidak dilarang
dan juga
tidak dipandang, peduli apa peduli apa pada sisi-sisi
kita yang
berkikisan. jika bintang pun dibangun dari berjuta-juta
kunang-kunang
yang mengelilingi bumi. sama seperti kita yang
bermain-main di
dalamnya. tersamarlah gelak tawa kita seperti lima tahun
lamanya
hidup di dunia. gelak-gelak yang pernah hilang dikubur di
tanah ini.
dunia yang tak pernah suci dan tak akan pernah suci. lalu
mengapa ia
meminta kesempurnaan? kawanku sayang, kita tidak pernah
sempurna.
hujan berhenti di sekian ribu curahannya. berkacalah kita
pada sungai
yang berwarna kecoklatan, dapatkah bayangan kita
terpantul disana?
larilah ke danau di pulau selatan, dapatkah bayangan kita
terpantul
disana, kawan? mungkin pada laut, pada laut hitam kita
dapat
melihatnya. kita adalah mahkluk-mahkluk dalam misteri
yang tak
berdasar.
Suatu Hari Kecewa mampir
Sajak Cecil
Mariani
Biarlah berlalu,
Hasrat-hasratku dilepaskan padam
Makian hilang
Setiap malam menjaga hati
Kuburan di bawah bintang yang tak mau bungkam
Salahku bermimpi, salahku bicara dalam kantuk
Pesan kecilnya luluhkan hati
Sunyi menghanyutkan kembara
Menangis.. lagi
Mengharap pengasingan kan sembuhkan luka
Yang telah membusuk, yang baru tiba
Keindahan itu rapuh
Kasih itu sublim dengan kebodohan
Aku tak kenal lagi kasih, atau cinta
Hanya ketololan yang menyakitkan
Tak pernah cukup luas langit dan air-airnya
Terseret, terhanyut, terhempas,
Arus cinta gelombang maya
Brevitas Hidup
Menggulung kecewa, pedih dan amarah
Tiada yang punya hati
Semua telah terteror sedih
Dan menjual hati, maaf, membuang hati
Merindu pengasingan
teduhan dari gelora pedih dan hasrat tak tersampaikan
bulan telah merobek kelopak mata
Gantungkan sayap fajar yang rontok
Tertimbun terlelap
Hampa..lenyap..sirna
Aku sia sia
Dengan Cara Yang Aneh Roh Persahabatan Itu Menyelinap
Sajak Cecil
Mariani
dengan cara yang aneh roh persahabatan itu menyelinap
antara pilihan-pilihan yang diundikan untuk kemana pergi
diantara orang-orang brilian yang seringkali gagap bicara
perasaan
kutahu akan seratus kehausan yang diisi dengab terbangan
hasrat
dan gerowongnya telah memicu kedahsyatan
ah, siapa suruh bicarakan perasaan yang untuk dirasakan
ledakan keinginan yang kelihatan sebagai bunga-bunga
impian di kejauhan
di labirin kejujuran tersesat ketidakjujuran
menyempurnakan hidup dalam ironi-ironinya
gejolak gemuruh membahana atau serpih kedewasaan yang
perih
atas benih siapa keindahan-keindahan itu lahir disini
dari perawan-perawan yang terobsesi sensualitas yang
terlanjur membakar dirinya
dalam smaradahana
dan mungkin,
atas ketidak tahuan, atas keletihan, atas kejujuran yang
dipaksakan
hidup ini berkelanjutan dalam setiap air terjun kata-kata
mengalir deras di sungai-sungai bathin dan ruas-ruas
aksara
mengejar laut
Bulan Terpejam
Sajak Rukmi
Wisnu Wardani
seperti malam yang kehilangan matanya
ketika kuteriakkan sejuta lapar
keringat laki – laki itu itu meleleh tanpa sebab
dan aku adalah satu dari sekian banyak betina yang
meronta didalam kuilnya
seperti barisan hantu malam yang patuh menggali kuburnya
sendiri
aku bersimpuh dihadapannya seperti anjing
yang memohon keadilan lewat air liur yang bercucuran
tapi laki – laki itu menjual ketidakberdayaanku seiris
demi seiris
dan melemparkannya seperti seonggok daging yang diserbu
segerombolan serigala liar
sejuta kebisuan menggulung batinku tenggelam kedasar
telaga
dan menjadikannya sebait gending luka yang tak
terjemahkan sepanjang abad
yang menikam jiwa para betina sesaat sebelum mereka
menjual tubuhnya
sungguh. tidakkah sesal membangunkannya karena tuhan
tengah terbaring menangisi keperawanannya yang hilang ?
; kemarilah lelaki !
menarilah didalam kamarku seperti banci tikus yang
telanjang
agar dapat kuinjak ekormu; sebelum kucabut jantungmu dan
kugantung
bangkai harammu sebagai puncak tontonan nikmatku yang
tersembunyi
No comments:
Post a Comment